Minggu, 27 Januari 2013

UN JUJUR KOMPAS

JAKARTA, KOMPAS.com - Kejujuran adalah prasyarat utama untuk pelaksanaan ujian berdampak besar seperti ujian nasional (UN). Karena itu, penyelenggaraan UN harus dijamin jujur di semua lini.

"Tapi, UN bukanlah alat mengukur kejujuran, karena yang diukurnya berbeda," ujar Elin Driana, ahli evaluasi pendidikan dan pengajar di Universitas Hamka Jakarta, Senin (9/4/2012).

Menurut Elin, jaminan pelaksanaan UN yang jujur harus terintegrasi, tidak hanya menekan siswa semisal dengan membuat pernyataan "mengerjakan UN dengan jujur". Dalam kenyataannya, justru kecurangan UN banyak dilakukan mulai dari panitia, pengawas, hingga guru.

Terkait dengan paket soal UN yang berbeda-beda, yang tahun ini dibuat dalam lima paket, menurut Elin hal itu sah-sah saja dalam sebuah tes.
"Masalahnya, apa pemerintah bisa menjamin bahwa soal-soal ujian atau materi ujian tiap paket itu setara tingkat kesulitannya? Pernah saya temukan, soal-soal UN untuk Bahasa Indonesia, misalnya, ternyata antara satu paket dengan paket lainnya tidak setara. Ini kan merugikan peserta UN," ujar Elin.

Elin menambahkan, nilai UN tidak dapat otomatis digunakan untuk mengukur prestasi guru ataupun sekolah. Sebab, input di tiap sekolah berbeda dan bisa semakin memunculkan kecurangan bila dikaitkan dengan reputasi sekolah.

Lebih parah lagi jika dikaitkan dengan reputasi daerah. Padahal, validitas alat ukur juga bergantung pada tujuannya.

"Yang paling penting, UN mesti dievaluasi secara menyeluruh untuk menilai efektivitas dan dampak-dampak negatifnya," kata Elin.

Kepala SMAN 4 Bandung, Cucu Saputra, mengatakan, soal ketidakjujuran UN jangan serta-merta menimpakannya kepada guru dan siswa.
"Yang tidak jujur itu sebenarnya siapa? Sekolah kan di bagian ujungnya. Tapi intinya, sekolah mendukung UN jujur dan menghimbau siswa secara persuasif untuk tidak berbuat curnag saat UN," kata Cucu.

 
Editor :
Agus Mulyad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar